Sidang Perdana Sengketa Lahan, PT KAJ Mangkir dan Majelis Menunda Persidangan

SUDUTKATA.COM, TENGGARONG – Sidang perdana perkara sengketa lahan antara warga Desa Sukabumi, Kecamatan Kota Bangun Darat, dan PT Kutai Agro Jaya (KAJ) berakhir singkat. Majelis hakim Pengadilan Negeri Tenggarong menunda jalannya persidangan setelah perusahaan yang menjadi tergugat utama tak hadir dalam panggilan resmi pertama pada Rabu, 3 Desember 2025.
Majelis kemudian menjadwalkan ulang pemanggilan untuk agenda sidang berikutnya pada 17 Desember mendatang. “Agenda hari ini adalah sidang pertama. Namun pihak tergugat tidak berhadir, sehingga majelis menunda sidang sampai 17 Desember untuk pemanggilan kedua,” kata kuasa hukum penggugat, Herman Felani, seusai persidangan.
Para penggugat merupakan ahli waris Alm. H. Mohd. Asrie Hamzah, yakni Darmono dan Sofyar Ardanie Sriananda. Mereka menunjuk tim kuasa hukum dari Borneo Raya Law Firm yang terdiri dari Herman Felani, H. Muhammad Noor, dan Advokat Gunawan.
Gugatan mereka menyoal dugaan penguasaan sepihak PT KAJ terhadap sekitar 180 hektare lahan. Menurut dokumen gugatan, tanah tersebut adalah milik sah keluarga dengan dasar Surat Pernyataan Pelepasan Tanah (SPPT) yang diterbitkan pada 2005.
Gunawan menyebut total luas lahan terdiri atas 11 bidang milik Darmono dan 78 bidang milik ahli waris H. Mohd. Asrie Hamzah. “Kurang lebih 180 hektare itu kami perjuangkan dalam gugatan ini,” ujar Gunawan.
Herman menjelaskan bahwa mangkirnya perusahaan pada panggilan pertama dapat berdampak pada hilangnya hak jawab jika ketidakhadiran terus berlanjut. “Apabila panggilan kedua dan ketiga tidak dihadiri, perkara akan langsung masuk ke tahap pembuktian. Tergugat kehilangan hak untuk memberikan jawaban,” kata dia.
Gunawan menambahkan bahwa pihaknya menyiapkan sejumlah temuan mengenai dugaan masalah perizinan perusahaan. “Masalah isu-isu yang beredar terkait adanya izin yang kami temukan nanti akan kami tampilkan di persidangan. Kami meyakini izin tersebut tidak ada,” ujarnya.
Darmono, salah satu ahli waris, menyebut sengketa ini telah berlangsung lebih dari satu dekade. Ia mengingat pada 2014 ketika perusahaan mulai mengklaim bahwa kawasan perkebunan singkong milik warga adalah bagian dari aset perusahaan.
“Kami membeli lahan itu pada 2005. Perusahaan baru membeli dari masyarakat Bahulak, bukan dari masyarakat Sukabumi. Pada intinya itu hak saya dan keluarga Haji Hamzah,” kata Darmono.
Lahan tersebut sebelumnya dimanfaatkan untuk program budidaya singkong gajah yang digagas pemerintah. Warga bahkan sempat memperoleh pinjaman bank untuk pembangunan fasilitas pengolahan.
“Sempat produksi satu tahun, tapi lahan dirusak lagi pada 2015. Sejak itu tidak selesai-selesai,” ujarnya.
Upaya mediasi, kata Darmono, juga tak pernah mendapatkan respons positif dari perusahaan. “Pihak perusahaan tidak pernah merespons panggilan desa maupun mediasi warga,” tuturnya.
Tim kuasa hukum berharap proses persidangan berjalan lancar dan memberikan kepastian hukum setelah belasan tahun warga menunggu penyelesaian. “Kami akan memperjuangkan hak klien kami, dan mudah-mudahan perjuangan ini membuahkan hasil sesuai harapan mereka,” Tukas Gunawan. (MIFA)
