Anhar Nilai Izin RS Korpri Cacat, Dukung Wali Kota Tangguhkan Pematangan Lahan

SUDUTKATA.COM, SAMARINDA – Anggota DPRD Kota Samarinda dari Fraksi PDI Perjuangan, Anhar, menilai izin lingkungan pembangunan RSUD Aji Muhammad Salehuddin II atau RS Korpri di Jalan Wahid Hasyim I bermasalah sejak awal. Ia menyebut lokasi rumah sakit itu berada di kawasan resapan air yang tidak layak untuk bangunan pelayanan publik, terlebih rumah sakit.

Anhar mengatakan, dirinya telah mengingatkan persoalan tersebut sejak 2022. Kala itu, ia meminta dinas terkait tidak menerbitkan izin pembangunan di kawasan tersebut. Namun, peringatan itu, menurut dia, tidak digubris.

“Saya sudah ingatkan sejak 2022, jangan bangun rumah sakit di sana. Itu daerah resapan. Tidak layak jadi bangunan pelayanan masyarakat, apalagi rumah sakit,” kata Anhar saat ditemui di Gedung DPRD Kota Samarinda, pada Jumat, 19 November 2025.

Menurut Anhar, apa yang terjadi saat ini membuktikan kekeliruan kebijakan tersebut. Ia menyebut pengerukan dan pematangan lahan yang menuai polemik menjadi konsekuensi dari pengabaian terhadap aspek tata ruang dan lingkungan.

“Usulan saya waktu itu seolah-olah tidak dianggap. Sekarang kita lihat sendiri apa yang terjadi,” ujarnya.

Anhar menyatakan dukungan penuh terhadap keputusan Wali Kota Samarinda Andi Harun yang menangguhkan kegiatan pengerokan dan pematangan lahan untuk pengembangan RS Korpri.

Ia menilai langkah tersebut sebagai keputusan yang tepat dan bertanggung jawab “Saya sangat mendukung Wali Kota Andi Harun. Penangguhan itu tindakan yang benar,” kata dia.

Lebih jauh, Anhar bahkan mempertanyakan kewarasan para pengambil kebijakan yang memberikan izin pembangunan rumah sakit di kawasan tersebut. Ia menyinggung Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur pada masa kepemimpinan sebelumnya, termasuk Pemerintah Kota Samarinda yang kala itu menerbitkan izin.

“Makanya saya bilang, tingkat kewarasan gubernur yang dulu saya pertanyakan. Kok bisa bangun rumah sakit di daerah resapan? Termasuk pemerintah kota yang memberi izin, bagaimana tingkat kewarasannya?” ucap Anhar.

Ia menegaskan, kawasan tersebut sejak lama dikenal sebagai daerah langganan banjir. Kondisi itu, menurut Anhar, secara logika sudah cukup untuk menggugurkan rencana pembangunan fasilitas kesehatan di lokasi tersebut.

“Dari dulu di situ kalau hujan ya banjir. Kok malah dibangun rumah sakit, tempat orang sakit lagi. Tempat pelayanan pula,” katanya.

Anhar menilai persoalan banjir bukan hanya soal bangunan utama tergenang atau tidak. Akses menuju rumah sakit, terutama untuk kendaraan darurat, juga menjadi masalah serius.

“Boleh jadi bangunannya tidak tenggelam, tapi sekitarnya banjir. Bagaimana ambulans mau masuk kalau jalanan tergenang?” ujarnya.

Saking tidak layaknya lokasi tersebut, Anhar bahkan menyebut kawasan itu tidak pantas untuk bangunan apa pun.
“Saya berani bilang, surga pun tidak layak dibangun di situ,” kata dia.

Sebagai solusi, Anhar kembali mengusulkan agar RS Korpri dipindahkan ke wilayah perbatasan antara Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Menurutnya, lokasi tersebut lebih strategis dan memiliki manfaat pelayanan yang lebih luas.

“Dari dulu saya usulkan, bangun saja di perbatasan Samarinda dan Kutai Kartanegara. Paling tidak rumah sakit itu bisa meng-cover dua daerah,” ujarnya.

Anhar berharap polemik pembangunan RS Korpri menjadi pelajaran penting bagi pemerintah agar lebih patuh pada rencana tata ruang dan mempertimbangkan aspek lingkungan sebelum menerbitkan izin pembangunan fasilitas publik. (Mifa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *