SMKN 10 Samarinda Ciptakan Mobil Listrik Buatan Siswa, Tantang Dominasi Industri Besar

SUDUTKATA.COM, SAMARINDA – Di tengah keterbatasan fasilitas, Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 10 Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) membuktikan bahwa semangat inovasi tak melulu harus bergantung pada industri besar. Lewat kolaborasi lintas jurusan, para siswa sekolah vokasi itu berhasil merancang dan membangun prototipe mobil listrik disebut Molis yang seluruhnya dibuat di lingkungan sekolah.
Kepala SMKN 10 Samarinda, Maryono, mengatakan proyek ini menjadi bukti nyata bahwa pendidikan vokasi memiliki potensi besar melahirkan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Sekolah vokasi harus menjadi tempat tumbuhnya ide-ide baru, bukan sekadar tempat belajar teori,” ujarnya, pada Rabu, 29 Oktober 2025.
Proyek Molis berawal pada Oktober 2023, tak lama setelah Maryono menjabat kepala sekolah. Dengan latar belakang sebagai guru otomotif, ia ingin mengubah cara berpikir siswa agar tidak hanya meniru, tetapi berani mencipta.
“Selama ini kita terbiasa dengan konsep Amati, Tiru, dan Modifikasi (ATM). Tapi saya ingin siswa melangkah lebih jauh, berani mencipta dan menghasilkan produk sendiri,” katanya.
Di bawah bimbingannya, siswa lintas jurusan berkolaborasi, Teknik Kendaraan Ringan (TKR) menggarap sistem mekanik dan rangka kendaraan, Teknik Bodi Otomotif (TBO) mendesain bodi dan aerodinamika, sementara Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) mengembangkan sistem kelistrikan serta panel kendali berbasis digital.
Meski prototipe mobil listrik telah berhasil diwujudkan, perjalanan Molis belum berhenti. Tantangan terbesar datang dari sistem penyimpanan daya yang masih menggunakan aki kering berkapasitas 50 ampere.
“Untuk tahap selanjutnya, kami ingin mengganti ke baterai litium berstandar industri agar jarak tempuh bisa lebih jauh,” ujar Maryono.
Selain persoalan teknis, keterbatasan ruang dan alat juga menjadi kendala. Bengkel sekolah masih bersifat multifungsi menjadi tempat praktik siswa, teaching factory, sekaligus ruang inovasi. Akibatnya, proses pengembangan produk kerap tertunda karena padatnya jadwal penggunaan.
Maryono menyadari, agar proyek seperti ini berkelanjutan, dibutuhkan dukungan lebih luas. Ia berharap kolaborasi dengan dunia industri dan pemerintah daerah bisa membuka jalan menuju kemandirian teknologi di sekolah-sekolah vokasi.
“Kalau kita ingin pendidikan vokasi benar-benar relevan dengan zaman, maka siswa harus punya ruang untuk bereksperimen dan berinovasi,” pungkasnya. (MIFA)
