Menyoal Ketimpangan Penegakan Hukum di Sungai Mahakam, Prawiro Indonesia Desak Penghentian Operasi Kapal Milik PT Delta Ayu

HUKRIMUncategorized

SUDUTKATA.COM, SAMARINDA – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PRAWIRO Indonesia Garuda Merah Putih (IGMP) Kalimantan Timur (Kaltim) mendesak aparat penegak hukum menghentikan sementara operasional kapal milik PT Delta Ayu. Desakan ini menyusul laporan pemilik kapal, M. Musliadi, yang kapalnya ditabrak oleh armada perusahaan tersebut namun tak kunjung mendapat keadilan hukum.

Kepada Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, lembaga ini mengajukan surat permohonan resmi bertanggal 23 Juni 2025 agar izin berlayar kapal Tug Boat Delta Ayu 628 dan tongkang BG Kalimantan Persada 01 dicabut sementara. Mereka menilai, operasi dua armada itu perlu dihentikan sampai proses hukum berjalan secara adil.

“Ini bentuk ketimpangan nyata di lapangan. Korban belum memperoleh haknya, tapi kapal perusahaan masih bebas berlayar,” kata Sekretaris DPD Prawiro Indonesia Kaltim, Achmad Jayansyah, saat di temui di Samarinda, Minggu 30 Juni 2025, malam.

Musliadi, yang juga relawan Divisi Ulama dan Santri Prawiro Indonesia, merupakan pemilik kapal KM Berkah Sinta Al-Khair. Ia menjadi korban tabrakan laut oleh kapal perusahaan pada awal tahun 2025 ini. Akibat insiden tersebut, kapal miliknya mengalami kerusakan parah, menyebabkan kerugian senilai Rp210 juta untuk biaya perbaikan.

Tak hanya itu, Musliadi menyebut kehilangan potensi pendapatan hingga Rp13 juta per hari selama tujuh bulan terakhir. “Penghasilan saya terputus. Tujuh anak buah kapal dan keluarganya ikut terdampak. Bahkan kegiatan sosial kami untuk madrasah juga terhenti,” ujarnya dalam laporan tertulis.

Musliadi mengaku telah tiga kali melaporkan insiden ini ke Satuan Polisi Air dan Udara (Polairud) Polres Kutai Kartanegara. Ia juga mengajukan laporan ke Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas 1 Samarinda. Namun, hingga kini, menurutnya belum ada tindak lanjut berarti.

Prawiro Indonesia menilai, proses hukum yang berjalan tidak mencerminkan keseriusan lembaga terkait. KSOP Samarinda juga dinilai tidak netral dalam memediasi perkara. Dalam empat kali mediasi, pihak perusahaan selalu diwakili oleh orang-orang yang sama sebelumnya “Alih-alih menjadi jembatan penyelesaian, kehadiran mereka justru memperkeruh suasana. Korban merasa terintimidasi,” kata Achmad. Ia menyebut gaya komunikasi yang mereka sampaikan terkesan kebal hukum.

PRAWIRO Indonesia mengaitkan laporan ini dengan seruan nasional pemberantasan penyimpangan hukum. Mereka mengklaim langkah ini merupakan pelaksanaan dari instruksi Presiden RI terpilih, Jenderal (Purn) Prabowo Subianto, untuk menindak tegas pelanggaran hukum oleh pelaku usaha maupun pejabat.

“Kami menuntut pimpinan PT Delta Ayu, Yudi Gunadi, bertanggung jawab atas kerugian korban. Jangan biarkan ketidakadilan dibiarkan berlarut-larut,” ujar Achmad Jayansyah.Lembaga ini juga telah mengirimkan tembusan surat kepada Presiden RI, Kepala Staf Kepresidenan, Jaksa Agung, Kapolri, Menteri Perhubungan, Pangdam VI Mulawarman, Gubernur Kaltim, serta Kepala KSOP Samarinda.

“Kami berharap laporan ini mendapat perhatian. Hukum jangan tajam ke bawah, tumpul ke atas. Ini soal nyawa dan mata pencaharian masyarakat kecil,” pungkas Achmad. (MIFA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *