Menyoal Isu Penghentian Anggaran Media di Kaltim, Sinyal Retaknya Hubungan Pemerintah dan Pers

Kaltim

SUDUTKATA.COM, SAMARINDA – Rencana Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) untuk menghentikan anggaran kerja sama dengan media massa menjadi sorotan. Kebijakan itu mencuat di tengah situasi sensitif pasca viralnya insiden ajudan pribadi Gubernur Kaltim berinisial S, yang belakangan mencoreng citra internal pemerintahan.

Padahal, selama ini media massa justru menjadi salah satu garda depan pemerintah dalam menyosialisasikan kebijakan strategis, termasuk proyek nasional seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Langkah penghentian anggaran ini pun dinilai kontraproduktif.

Ketegangan ini dinilai mengindikasikan mulai retaknya relasi antara Pemprov Kaltim dan insan pers. Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, dalam berbagai kesempatan justru mengakui pentingnya peran media.

“Media adalah mitra strategis untuk menciptakan demokrasi yang sehat,” ujar Rudy dalam salah satu pernyataannya usai ditetapkan sebagai gubernur terpilih. Ia juga menegaskan pentingnya media dalam menyampaikan informasi pembangunan kepada masyarakat.

Namun, sinyal pemangkasan anggaran media menimbulkan kesan bahwa pemerintah tidak lagi melihat media sebagai sekutu dalam membangun narasi positif daerah.

Salah satu yang paling vokal merespons isu ini adalah Koordinator Jurnalis Milenial Samarinda, Herdiansyah. Ia menyebut, jika benar anggaran media dihentikan, maka imbasnya akan langsung dirasakan oleh media lokal.

“Media ini kan kebanyakan hidup dari kerja sama dengan pemerintah. Jika langkah ini benar dilakukan, maka secara tidak langsung kinerja media di Kaltim akan menurun,” ujarnya, pada Kamis, 25 Juli 2025.

Menurutnya, media besar nasional mungkin masih dapat bertahan dengan sistem bisnis dan jaringan iklan yang stabil. Namun media lokal akan terpukul.

Herdiansyah juga menyorot dampak ekonomi dari penghentian anggaran media. Ia menggarisbawahi bahwa banyak media lokal justru menjadi ruang aktualisasi generasi muda, terutama di bidang digitalisasi dan teknologi informasi.

“Kalau anggaran media dihilangkan, maka pemerintah secara tidak langsung menambah angka pengangguran di Kaltim, khususnya di kalangan anak muda dan milenial,” katanya.

Banyak media kecil, kata Herdiansyah, merekrut tenaga kerja muda, mulai dari jurnalis, editor, desainer grafis, hingga pengelola media sosial. “Jadi ini bukan soal media saja, tapi juga soal ekosistem kerja kreatif di daerah,” pungkasnya.

Di tengah wacana yang berkembang, publik menanti sikap resmi Pemprov Kaltim. Apakah isu ini hanya spekulasi liar pasca-insiden viral, atau benar-benar cerminan kebijakan struktural yang akan diterapkan?

Yang jelas, publik berhak tahu arah kebijakan komunikasi pemerintah. Sebab, dalam sistem demokrasi yang sehat, relasi antara kekuasaan dan media bukan soal siapa melayani siapa, tapi bagaimana keduanya saling mengawasi demi kepentingan rakyat. (MIFA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *