Akademisi Unmul Sebut Ekonomi Kaltim Hanya Menguntungkan Kapitalis

Kaltim

SUDUTKATA.COM, SAMARINDA – Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi, menyampaikan kritik tajam terkait arah pembangunan ekonomi di Kalimantan Timur (Kaltim). Menurutnya, sistem ekonomi di Kaltim saat ini lebih menguntungkan para kapitalis besar, sementara masyarakat justru menanggung dampak lingkungan dan sosial yang parah.

Dia menyebut bahwa Kaltim masih terjebak dalam pola ekonomi berbasis ekstraksi sumber daya alam yang hanya memprioritaskan keuntungan bagi pemilik modal besar.

“Kita telah meninggalkan ekonomi kayu dan beralih ke batu bara, tapi dampaknya terhadap masyarakat justru merusak lingkungan. Banjir, udara kotor, dan lubang tambang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warga,” ujarnya pada Selasa, (29/10/2024).

Ia menyoroti kebijakan pemerintah daerah yang sering membanggakan Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai prestasi, namun menurutnya nilai kompensasi tersebut tidak sebanding dengan kerusakan yang ditinggalkan.

“Para pejabat bangga dengan DBH yang besar, padahal itu hanya gula-gula belaka. Kenyataannya, lingkungan kita semakin rusak,” kritiknya.

Purwadi juga menyinggung lemahnya kontribusi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang seharusnya mengelola sumber daya lokal untuk kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, BUMD sering kali hanya menjadi “ATM” bagi pejabat.

“Ada BUMD yang untungnya hanya Rp 6 juta, tapi gaji direkturnya Rp40 juta. Ini logika dari mana?” katanya.

Selain itu, dia mendorong pemerintah daerah untuk membuka akses informasi terkait anggaran dan pengalokasiannya.

“APBD kita mencapai triliunan, tetapi siapa yang tahu alokasinya? Masyarakat berhak mengakses informasi ini sebagai bentuk akuntabilitas pejabat,” tambahnya.

Adapun kritik Purwadi memperkuat seruan akan transformasi ekonomi Kaltim dari ekonomi ekstraktif menuju ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Dikatakannya, keuntungan besar yang diperoleh para kapitalis hanya memperparah ketimpangan sosial dan merugikan masyarakat di sekitar tambang dan perkebunan.

“Pembangunan seolah berjalan, tapi manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat setempat. Kami berharap pemerintah tentu lebih peduli pada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, agar pembangunan tak lagi sekedar wacana kosong,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *